Hingga pukul 12:00 WIB, IHSG merosot 0,84% ke posisi 7.657,24, menembus level psikologis 7.600. Setelah bertahan di level 7.700 pada akhir pekan lalu, nilai transaksi Indeks Harga Saham Gabungan pada sesi I hari ini mencapai sekitar Rp 5,4 triliun, dengan 11 miliar saham berpindah tangan sebanyak 669.329 kali. Sebanyak 204 saham menguat, 374 saham melemah, dan 219 saham cenderung stagnan.
Sektor konsumer non-primer menjadi sektor yang paling parah koreksinya, mencapai 1,97%, dan menjadi penekan terbesar IHSG di sesi I hari ini. Dari sisi saham, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), PT Bayan Resources Tbk (BYAN), dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menjadi penekan terbesar IHSG, masing-masing dengan penurunan 7,9 indeks poin, 6,98 indeks poin, dan 5,5 indeks poin.
IHSG juga berbalik lesu di tengah investor asing yang mulai mencatatkan outflow untuk pertama kalinya setelah terjadi inflow selama 10 pekan beruntun. Bank Indonesia (BI) merilis data transaksi periode 2-5 September 2024, menunjukkan asing jual neto Rp 2,49 triliun, terdiri dari beli neto Rp 2,65 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp 2,24 triliun di pasar saham, serta jual neto sebesar Rp 7,38 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
BACA JUGA: Kementerian Keuangan Anggarkan Rp 10,25 Miliar untuk Penanganan Hak Tagih BLBI 2025Selama 2024, berdasarkan data setelmen sampai dengan 5 September 2024, investor asing tercatat beli neto sebesar Rp 28,80 triliun di pasar saham, Rp 11,15 triliun di pasar SBN, dan Rp 186,92 triliun di SRBI. Namun, data pasar menunjukkan bahwa di pasar saham RI, asing masih mencatatkan pembelian bersih (net buy) atau inflow. Pada perdagangan Jumat pekan lalu, asing masih net buy mencapai Rp 1,33 triliun di pasar reguler. Namun di pasar tunai dan negosiasi, terlihat asing melakukan penjualan bersih (net sell) sebesar Rp 302,4 miliar.
Sepanjang pekan lalu, asing net buy mencapai Rp 3,42 triliun di pasar reguler dan net sell sebesar Rp 152,18 miliar di pasar tunai dan negosiasi. Di lain sisi, tampaknya pelaku pasar akan berbalik ke mode wait and see terhadap data eksternal, mulai dari inflasi AS dan China, neraca dagang, hingga keyakinan konsumen domestik.
Pada pekan lalu, ekonomi AS mencatatkan kondisi pasar tenaga kerja yang kembali mengecewakan. Biro Statistik Tenaga Kerja, Departemen Tenaga Kerja AS mencatat data pekerjaan selain pertanian atau Non-Farm Payrolls (NFP) yang bertambah 142.000 selama Agustus 2024, naik dari 89.000 pekerjaan pada bulan sebelumnya. Namun, capaian tersebut masih di bawah perkiraan konsensus 161.000 pekerjaan.
Tingkat pengangguran AS turun menjadi 4,2%, sesuai dengan perkiraan. Untuk tingkat upah secara bulanan naik 0,7% dari perkiraan kenaikan 0,3%, dan secara tahunan naik 3,8% dari perkiraan kenaikan 3,7%. Pasar tenaga kerja yang terkontraksi tersebut kemudian menjadi tanda pemangkasan suku bunga AS semakin diperlukan. Peluang pemangkasan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), menurut alat pengukur CME FedWatch, kini sudah mencapai 70% untuk pertemuan 18 September mendatang.