GUDANGTERKINI.COM- Gerombolan gajah dilaporkan telah merusak pondok yang berada di wilayah perkebunan warga di Musi Rawas. Saat ini, gajah-gajah tersebut masih berada di sekitar kebun warga. Kejadian ini menambah kecemasan warga yang sudah resah dengan keberadaan gajah di sekitar permukiman mereka.
Peristiwa itu terjadi di Desa Tri Anggun Jaya, Kecamatan Muara Lakitan, Musi Rawas, Sumatera Selatan pada Kamis (12/9) malam hari. Sekretaris Desa Tri Anggun Jaya, Parsono, membenarkan adanya gerombolan gajah di perkebunan warga tersebut.
“Ada lagi gajahnya, sekarang masih di sana dan berputar-putar di area kebun warga. Untuk pondok yang rusak itu kejadiannya Kamis malam (12/9/2024). Karena tadi pas warga ke kebun ternyata pondoknya sudah rusak dan remuk oleh serangan gajah,” katanya saat dilansir detikSumbagsel, Jumat (13/9/2024).
Parsono mengatakan dari keterangan warga yang pergi ke kebun hari ini terlihat ada sekitar 15 ekor gajah masih berada di wilayah kebun warga. Jika gerombolan gajah yang ada di hutan dekat kebun warga dihitung juga maka ada sekitar 40 ekor lebih gajah di wilayah tersebut dengan tinggi antara 1-3 meter.
“Belum lagi dari arah hutan karena banyak suara sama mereka lagi berontak-berontak di situ, jadi kemungkinan masih banyak di sana,” ujarnya.
“Mereka itu kan gerombolan, ada yang paling tinggi itu kira-kira tingginya hampir setinggi rumah kisaran 3 meter, ada yang sedang 2 meter, ada juga gerombolan anak-anaknya yang masih kecil itu tingginya 1 meteran. Kalo dihitung gerombolan itu semuanya sekitar 40an lebih,” sambungnya.
Parsono mengatakan warga menjadi khawatir dengan keberadaan gajah-gajah tersebut. Karena belum sepekan, salah satu warga Musi Rawas yang merupakan ibu hamil 5 bulan tewas diinjak gajah.
“Ya semenjak tragedi ada yang meninggal itu gajahnya masih ada di sana, jadi para warga gak berani dekat-dekat,” tuturnya.
Parsono sudah mengimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati, namun para warga yang mayoritas pekerjaannya berkebun merasa resah karena tidak bisa bekerja.
“Kita sudah imbau kepada masyarakat untuk tetap waspada dan hati-hati tapi masyarakat tidak terima karena mereka jadi gak bisa kerja, sedangkan sekarang ini mereka butuh uang untuk makan. Jadi mereka meminta bantuan kepada pihak terkait biar bisa menyusuri keberadaan gajah-gajah itu karena sudah meresahkan,” ujarnya.
Parsono mengakui dulu Desa Tri Anggun Jaya merupakan hutan yang diduga tempat habitat gajah tersebut sebelum akhirnya para warga bertransmigrasi ke daerah tersebut.
“Terus setelah di sini ada desa tahun 1992, para warga mulai transmigrasi ke sini, dari situ para gajahnya menyingkir. Mungkin setiap setahun sekali mereka datang pada saat musim panen,” jelasnya.
“Terus pas tahun 2019-2020 gajah itu datang gak setahun sekali lagi. Mereka sering datang dan bahkan menetap di sini. Pas 2021 terjadi konflik hingga ada yang meninggal dunia satu orang laki-laki. Semenjak itu di sinilah gajah itu, gak pernah pergi-pergi sampai sekarang dan ada makan korban lagi,” sambungnya.
Parsono membeberkan pihaknya sudah mengajukan laporan ke pemerintah pada tahun 2021 yang direspon dari pihak kehutanan dan BKSDA. Namun hingga sekarang belum ada penanganan secara intensif.
“Kalo dari pihak BKSDA nya itu mereka datang terus mengidentifikasi ke TKP-TKP yang pernah didatangi atau ke tempat kebun yang rusak untuk didata,” ungkapnya.
Parsono berharap agar pihak pemerintah serta pihak terkait lainnya bisa menuntaskan masalah gerombolan gajah yang masuk ke wilayah Desa Tri Anggun Jaya.