GUDANGTERKINI.COM – Pemerintah diminta untuk mendengarkan aspirasi rakyat, terutama dari ahli lingkungan hidup dan masyarakat di pesisir pantai, sebelum menerapkan kebijakan ekspor pasir laut yang dinilai memiliki banyak mudharat dibandingkan manfaat. Kebijakan ini menjadi sorotan karena potensi dampaknya yang merugikan lingkungan.
Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, berpendapat bahwa suara masyarakat dan elemen-elemen penting lainnya perlu didengar pemerintah agar kebijakan melegalkan penambangan pasir laut tidak merugikan Indonesia ke depan. “Suara rakyat harus didengar dalam pengambilan keputusan penting terkait kebijakan ekspor pasir laut,” tegasnya.
Legislator dari Fraksi PKB itu menyayangkan langkah pemerintah yang membuka keran ekspor pasir laut setelah dilarang selama 20 tahun. “Malaysia dan Kamboja saja sudah melarang ekspor pasir laut ke Singapura karena dampak yang ditimbulkan sangat besar. Kok kita malah mundur lagi?” ungkap Daniel dliansir RMOL, Kamis (19/9).
Menurutnya, dalam mengeluarkan kebijakan strategis, pemerintah seharusnya mencermati dampak positif dan negatif bagi lingkungan. “Kebijakan seharusnya dibuat untuk menjaga dan menguntungkan, bukan hanya memprioritaskan kepentingan sesaat yang dapat merusak berbagai aspek kehidupan dalam jangka panjang,” tutup Daniel Johan.
Pihak Pemerintah, di sisi lain, kompak menyatakan bahwa kebijakan penambangan pasir laut untuk diekspor tidak akan merusak lingkungan laut. Hal ini disampaikan oleh sejumlah Menteri dalam kabinet Indonesia Maju, seperti Menko Marves Luhut B. Panjaitan, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, serta Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.
Menteri Sakti Wahyu Trenggono menyatakan bahwa pasir sedimentasi dinilai cocok dimanfaatkan untuk kebutuhan reklamasi, termasuk mendukung pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan infrastruktur dengan mengutamakan kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO). Oleh karena itu, PP Nomor 26 Tahun 2023 mengatur bahwa pasir sedimentasi harus digunakan untuk reklamasi dan pembangunan infrastruktur, dengan mengutamakan kebutuhan dalam negeri.