GUDANGTERKINI.COM – Konflik batas lahan antara dua perusahaan di perbatasan Musi Rawas Utara (Muratara) dan Musi Banyuasin (Muba) semakin meresahkan warga. Warga setempat, khususnya di Desa Beringin Makmur II, meminta agar Pj Gubernur Sumatera Selatan turun tangan menengahi konflik ini.
Ketua Gerakan Barisan Muda (Gabara) Muratara, Abdul Azis, mengatakan konflik perbatasan ini melibatkan PT Sentosa Kurnia Bahagia (SKB) di wilayah Musi Banyuasin dan PT Gorby Putra Utama (GPU) di Musi Rawas Utara. Menurutnya, konflik lahan tersebut akan terus berlanjut karena adanya gesekan di lapangan. Tepatnya di Desa Beringin Makmur II, Kecamatan Rawas Ilir, Muratara.
Gesekan itu, jelas Aziz, terjadi lantaran PT SKB dianggap melewati batas dengan masuk ke lahan di wilayah Muratara. Masyarakat di Desa Beringin Makmur II Muratara pun keberatan atas kegiatan PT SKB di wilayah mereka.
“Sangat jelas bahwa Desa Beringin Makmur II ini berada di wilayah Kabupaten Musi Rawas Utara. Kenapa PT SKB yang berada di wilayah Musi Banyuasin masih menggarap lahan tersebut? Karena hal itulah yang membuat kami sebagai warga Muratara keberatan,” jelasnya dilansir DetikSumbagsel, Rabu (11/9/2024).
Aziz menambahkan Konflik Batas Lahan dua perusahaan terakhir terjadi pada Rabu (28/8) lalu. Pihak PT SKB disebut-sebut memprovokasi dengan masuk wilayah Muratara untuk menghambat aktivitas PT GPU.
Menurut Aziz, sepanjang Permendagri Nomor 76 Tahun 2014 tentang batas daerah Muba dan Muratara tidak ditaati oleh perusahaan, maka konflik ini akan terus terjadi. Warga khawatir konflik dua perusahaan akan berimbas ke warga.
“Kita khawatir konflik yang berkepanjangan ini nanti menimbulkan korban jiwa. Jadi untuk itu kita minta kepada pihak terkait termasuk kepada Pj Gubernur Sumatera Selatan untuk menengahi masalah ini sesuai dengan tapal batas Permendagri Nomor 76 Tahun 2014,” tutupnya.
Senada, Camat Rawas Ilir Husin pun membenarkan warga menolak dari PT SKB yang sudah memasuki wilayah Kabupaten Muratara.
“Ya, dari warga memang menolak karena itu memang secara hukum teritorial di lokasi tersebut itu balik ke Kabupaten Muratara. Kalo mereka mengambil izin di Muratara, kita tidak menolak. Tapi kalau wilayah itu dibawa (dimasukkan) ke Muba, ya itu pasti menolak kita,” katanya.
Husin mengatakan sekitar tahun 2012, PT SKB diketahui mulai menggarap di lahan Kabupaten Muratara. Namun, sepengetahuan Husin, PT SKB hanya memiliki izin menggarap lahan di wilayah Kabupaten Muba.
“Untuk permasalahan perkara memang ada dari PT SKB dan PT GPU. Secara wilayah PT GPU itu ada di wilayah kita (Muratara), cuma karena itu menyangkut perusahaan, izin PT GPU itu ada di Mura yang sekarang jadi Muratara. Kalau PT SKB itu nggak tahu izinnya di mana, katanya dari Muba. Jadi karena itu konflik wilayah permasalahan tapal batas bermula,” papar Husin.
Sementara itu, pihak kuasa hukum PT GPU mengklaim sudah ada laporan polisi terkait upaya menghalang-halangi PT GPU untuk menggarap lahan. Namun, mereka belum bersedia berkomentar mengenai persoalan tapal batas sesuai Permendagri.
“Kita tidak mau beropini (soal tapal batas), tapi faktanya ada dua LP (laporan polisi) di Mabes Polri mengenai dua perkara yang sudah putus atau sudah terpidana lantaran menghalang-halangi proses kerja PT GPU di Muratara dan itu adalah bukti bahwa kami memang benar secara hukum,” ujar Kuasa Hukum PT GPU, Sofhuan Yusfiansyah.
Pihak PT SKB juga menyatakan tidak menguasai terkait permasalahan tapal batas. Pihak kuasa hukum PT SKB, David Sanaki, menyebutkan beberapa daerah di sekitar wilayah garapan PT SKB masuk ke Musi Rawas (sebelum dimekarkan menjadi Musi Rawas Utara). Namun, dia mengklaim wilayah yang digarap PT SKB masih masuk ke teritori Musi Banyuasin.
“Untuk permasalahan tapal batas itu saya kurang menguasai. Tapi kalau dapat gambaran itu memang wilayah kerja nya (PT SKB) itu di Muba, dari dulu Musi Banyuasin, makanya Bingin Teluk dan yang lainnya itu kan memang masuk Musi Rawas, tapi di sana masuk wilayah Bintialo (Musi Banyuasin),” ucap David.